Mulai tahun depan, cookies pihak ketiga, atau third-party cookies, akan dihapus. Artinya, kita sebagai pengguna internet tidak akan lagi “diikuti” oleh iklan setiap membuka beragam platform media sosial maupun website — namun, apa pengaruhnya bagi brand?
Ketika cookies hilang, aktivitas branding-marketing-selling akan terganggu dan brand dipaksa untuk mengubah strategi digital mereka. Tanpa cookies pihak ketiga, brand akan lebih sulit untuk mengetahui kebiasaan pelanggan, mengoptimalkan layanan yang dipersonalisasi, dan lain sebagainya.
Dengan perubahan ini, brand harus mengoptimalkan first-party data yang mereka dapatkan langsung dari konsumen seperti riwayat pembelian, interaksi digital, dan preferensi untuk membuat iklan, konten, maupun experience tanpa harus mengikuti aktivitas mereka di internet.
Di sinilah peran brand dan konten menjadi sangat penting, karena dapat membangun perilaku konsumen agar mereka bisa loyal — bahkan menjadi storyteller untuk brand kita.
Cookies awalnya diciptakan oleh Lou Montulli pada tahun 1994 saat ia bekerja di Netscape, perusahaan yang membuat salah satu browser pertama di internet. Awalnya, cookies ini dibuat Montulli untuk mengatasi masalah “amnesia” pada website. Solusi paling mudah saat itu adalah memberikan nomor ID permanen yang unik kepada setiap pengguna yang nantinya diungkapkan browser mereka ke setiap situs yang mereka kunjungi. Namun, Montulli dan tim Netscape khawatir kalau sistem tersebut memungkinkan pihak ketiga melacak aktivitas browsing pengguna sebelum akhirnya sepakat menggunakan cookie.
Cookie sendiri adalah file teks kecil yang dikirim bolak-balik antara komputer seseorang dan website agar dapat membantu web mengingat pengunjung tanpa memperbolehkan mereka untuk dilacak. Karena cookies lah, Anda bisa menikmati beberapa fitur dasar website yang selama ini kita tak sadari, seperti tak perlu khawatir belanjaan Anda hilang dari keranjang belanja saat menjelajah situs e-commerce.
Namun sayangnya, apa yang ditakutkan oleh Montulli dan koleganya menjadi realita di kemudian hari. Selain berfungsi sebagai cookies pada umumnya, third-party cookies diletakkan di website oleh pihak selain pemilik situs, biasanya oleh jaringan periklanan tempat situs tersebut berlangganan dengan harapan untuk meningkatkan penjualan maupun hits.
Dengan kata lain, pengiklan mengumpulkan data personal dan mengikuti kebiasaan pengguna di internet sehingga mereka dapat menunjukkan iklan berdasarkan pencarian kita sebelumnya.
Karena desakan dari beragam pihak seperti kelompok advokasi privasi dan regulator, Google akan menghapus cookies pihak ketiga dari web browser Chrome di tahun 2024 dan menggantinya dengan pendekatan yang lebih ramah privasi yaitu Privacy Sandbox. Awalnya, kebijakan tersebut akan diberlakukan mulai tahun ini, namun Google menundanya agar para marketer memiliki lebih banyak waktu untuk mengubah strategi penjualan mereka.
Sementara itu, beberapa web browser lainnya telah menghapus cookies pihak ketiga, seperti Apple dengan browser Safari dan meluncurkan App Tracking Transparency di paruh awal 2021, begitu juga dengan Mozilla Firefox.
Untuk para alumni Bisa Bikin Brand (BBB) yang ingin mengetahui caranya branding ketika third-party cookies hilang dari internet, jangan sampai lewatkan workshop offline Brand Disruption di The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place pada 20 Desember 2022. Kata Pak Bi, ilmu tertinggi yang beliau bagikan kepada para alumni hanya terdapat di workshop ini. Pendaftaran bisa dilakukan melalui link yang terdapat di bio Instagram @Subiakto atau klik di sini, atau Anda juga bisa menghubungi admin Kasim melalui WhatsApp di 085223944575.
Penulis: Nadia VH