Market research (riset pasar) atau marketing research (riset pemasaran) adalah serangkaian teknik yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dan lebih mengerti target market perusahaan.
Suatu bisnis atau perusahaan menggunakan Informasi yang didapat dari riset untuk beragam fungsi, seperti melihat tren di pasar, merancang produk yang lebih baik, menyusun strategi pemasaran yang menarik calon konsumen baru, atau meningkatkan penjualan.
Pak Bi adalah salah satu orang nggak percaya dengan riset, mengapa? Menurut beliau, konsumen sesungguhnya tidak tahu apa yang mereka mau saat riset dilakukan. Jawaban yang mereka berikan berdasarkan referensi masa lalu dan sulit dipakai sebagai basis inovasi masa depan.
Kalau kita mengikuti jawaban mayoritas kemauan konsumen, maka bisnis kita akan “aman”
karena pembelinya sudah ada. Namun kenyataannya, brand harus melayani konsumen dan ke depannya seakan disetir oleh konsumen — padahal, pikiran mereka sebenarnya fleksibel dan siap menerima hal baru.
Mengutip dari Steve Jobs, penemu Apple, inilah yang membuatnya tidak percaya kepada market research:
“Some people say give the customers what they want, but that’s not my approach. Our job is to figure out what they’re going to want before they do. I think Henry Ford once said, ‘If I’d ask customers what they wanted, they would’ve told me a faster horse.’ People don’t know what they want until you show it to them. That’s why I never rely on market research. Our task is to read things that are not yet on the page.”
Terjemahan bahasa Indonesianya:
“Beberapa orang mengatakan berikan pelanggan apa yang mereka mau, tapi itu bukanlah pendekatan saya. Pekerjaan kami adalah untuk mencari tahu apa yang akan mereka inginkan sebelum mereka menginginkannya. Saya pikir, Henry Ford pernah berkata, ‘Jika saya menanyakan konsumen apa yang mereka mau, mereka akan memberitahu saya kalau mereka ingin kuda yang lebih cepat.’
“Orang tidak tahu apa yang mereka inginkan sampai Anda menunjukkannya kepada mereka. Itulah mengapa saya tidak pernah mengandalkan riset pasar. Tugas kami adalah membaca hal-hal yang belum tertera di halaman.”
Namun jangan keliru, bukannya Steve Jobs nggak mau mendengar apa kata konsumen, lho. Kutipan di atas sebenarnya adalah kritiknya terhadap cara riset pasar yang konvensional seperti wawancara maupun survey, yang biasanya hanya berisi masukan untuk menjadi lebih baik dari produk-produk yang sudah ada di pasaran. Brand yang lebih banyak “bergerak” dari insight yang kurang mendalam serta dimotivasi oleh apa yang dilakukan oleh kompetitor tentunya tidak akan menjadi brand yang dapat mendobrak pasar.
Pak Bi sendiri lebih percaya pada pengamatan perilaku konsumen dibandingkan dengan jawaban dari sederet pernyataan dalam riset yang dapat saja dibuat-buat agar terkesan “cantik” di atas kertas. Kebetulan, beliau memiliki sebuah pengalaman menarik saat menciptakan permen Kopiko.
Saat itu, pihak klien pernah mendorong Pak Bi untuk melakukan FGD (focus group discussion) sebelum meluncurkan Kopiko yang memiliki value “Gantinya Ngopi,” dengan konsep permen yang bukan hanya memiliki rasa kopi, tapi juga ada kandungan kafeinnya.
Hasil FGD, yang waktu itu melibatkan beberapa grup dari demografi yang berbeda-beda, menunjukkan kalau permen tidak akan pernah bisa menggantikan pengalaman ngopi karena tidak ada sensasi hangat atau otak yang “bangun” terkena kafein, tidak ada menyeruput kopi dari gelas, dan lainnya.
Pak Bi menciptakan kategori produk baru dengan Kopiko sebagai penyelamat ngantuk di saat kopi tidak tersedia, misalnya ketika naik kendaraan umum atau berada di dalam kelas. Saat itu, mendorong klien untuk melakukan trial memasarkan Kopiko selama tiga bulan terasa sulit sekali, namun untungnya CEO Mayora saat itu, Jogi Hendra Atmadja, berani mengambil resiko. And the rest is history.
Seperti potongan dari kutipan Steve Jobs di atas, “Tugas kami adalah membaca hal-hal yang belum tertera di halaman,” untuk bisa menjadi brand yang inovatif di tengah pasar yang sangat kompetitif, maka Anda harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai siapa konsumen Anda. Pengetahuan yang intimate inilah yang membuat brand Anda bisa mengetahui apa yang sebenarnya mereka butuhkan selama ini.
Lalu, gabungkan pengetahuan tentang konsumen dengan sumber daya yang dimiliki untuk menciptakan sesuatu yang baru dan melayani kebutuhan mereka dengan lebih baik dari sebelumnya.
Penulis: Nadia VH