BUSA MEMANG MEMPESONA. HATI-HATI

Ada statemen menarik dari Pakar Brand Indonesia, Pak Subiakto Priosoedarsono.

Menurut praktisi Branding yang sudah berkiprah selama 53 tahun sejak 1969 ini, para Pemasar & Pewirausaha harus belajar bisa membedakan antara Sabun dan Busa.

Busa, sifatnya bisa ada ataupun tidak. Tergantung seberapa kuat Sabunnya digosok.

Makna tak harfiahnya, kita tidak boleh disibukkan oleh hal-hal yang tidak prinsipiil. Sehingga justru terdistraksi dari hal-hal yang lebih substansial.

Itu disampaikan Pak Bi –sapaan akrab Beliau— saat ditanya Mas Arto Biantoro selaku MC, tentang rangkuman seluruh topik materi yang dipaparkan sejumlah pembicara, dalam peringatan ke-4 gerakan Indonesia Spicing the World 2022, yang Beliau gagas.

Busa memang cuma produk samping dari Sabun. Sementara efek jadi bersih, didapatkan dari Sabun yg digunakan mencuci. Bukan tergantung dari banyak-sedikitnya Busa yang dihasilkan Sabun.

Maka Pak Bi mewanti, agar bisa “membumbui” Dunia, penting bagi para pewirausaha selalu meng-upgrade Toolset, Skillset dan Mindset.

Ibaratnya, utk memastikan agar Sabun yang digunakan Pewirausaha, bisa selalu memberi solusi. Bukan sekedar punya Sabun yang menghasilkan banyak Busa, tapi tidak memberikan efek bersih.

Karena di tengah lansekap bisnis yang makin berubah; Konsumen kini makin skeptis, kritis dan serba menuntut.

Ini efeknya mempengaruhi bagaimana Penjual memaknai konsep Product-Market Fit.

Pada praktiknya, berjualan kini maknanya memang sudah berubah.

Ukuran sukses jualan, bukan sekadar bikin ludes dagangan.

Bisa bikin Produk laku-terjual-dibeli, tapi Pembeli kapok tak mau balik lagi, ya percuma saja.

Di tengah pro-aktif Konsumen yang makin tak mau diatur-atur, maka Penjual kini tidak bisa lagi sekadar menjual yang pingin dia jual. Justru, Penjual lebih mudah menjual yang Pembeli pingin beli.

Maka, memahami Customer Journey-nya Pembeli yang sudah berubah, adalah koentji.

 

Sumber: Instagram Pak @kris.moerwanto


#AtlasBehavioralScience
#BehavioralSciencePaten